Senin, 15 Agustus 2011

"PDAC akan hambar jika tak dijiwai", kata DR. Waluyo


Mencapai nill insiden dalam setiap proses bisnis yang dijalankan, baik di hulu, pengolahan maupun pemasaran. Inilah tujuan implementasi HSE di Pertamina.

Berbicara tentang kepemimpinan (leadership) adalah berbicara tentang tanggung jawab dan komitmen. Untuk mengukur keberhasilan kepemimpinan, lantas orang pun sering menghubungkannya dengan pemenuhan sebuah kontrak/janji untuk melaksanakan sesuatu atau yang disebut komitmen tersebut. “Leadership dan komitmen adalah sesuatu yang saling memperkuat,” tegas Direktur Umum PT Pertamina, DR. Waluyo, di kantornya, baru-baru ini.

Bagaimana ia menerapkan sistem manajemen ke dalam perusahaan, dan bentuk kongkrit komitmen tersebut seperti apa? “Komitmen top manajemen dimulai dari kebijakan K3 yang diterapkan,” katanya. Selanjutnya, ia menjelaskan secara gamblang kepada Majalah KATIGA bentuk kongkrit dari komitmen tersebut.

Di bidang pelatihan, misalnya. Pertamina telah membangun HSE Training Center. “Itulah revitalisasi,” katanya. Bukan hanya itu, sebentar lagi juga akan didirikan Marine Maintenance Training Center di Jakarta. Di sinilah tersedia fasilitas pelatihan safety dan environment. Mengenai identifikasi resiko yaitu penerapan salah satu golden safety through, seluruh unit dalam melakukan pekerjaan dimulai dengan job safety analysis. Penerapan Contractor Safety Management System (CSMS) pun dimulai dari risk analysis, baik terhadap pekerjaan kontrak yang akan dan sedang dilakukan. Kemudian dalam memegang komitmen prioritas pertama untuk aspek HSE, Waluyo mencontohkan ketika dulu ada pekerjaan drilling (di Sumatera) terjadi banjir, maka pekerjaan tersebut distop. “Itu khan merupakan bentuk dari komitmen,” terangnya.
[Infographic provided by Grammar.net]
Bentuk komitmen yang lain adalah penerapan management walkthrough yaitu meluangkan waktu ke lapangan, dan berkomunkasi langsung dengan para pekerja. “Sekarang pun sudah menjadi budaya, apabila terjadi lost standing accident pimpinan tertinggi operasi datang langsung ke tempat kejadian menemui warganya, “ Itu juga merupakan bentuk leadership kongkrit, “ imbuhnya.

Pengalamannya selama 30 tahun bekerja di perusahaan migas, cukup mematangkan perjalanannya hingga mengantarkan ia menjadi orang yang memiliki jabatan tinggi di perusahaannya. Kapabilitas kepemimpinan Waluyo semakin teruji oleh waktu. Maka ketika harus menyusun sebuah program HSE di perusahaannya, itu pun ia lakukan dengan mudah. “Seperti awal tahun ini. Semuanya khan dimulai dari risk analysis dari setiap unit operasi. Dan itu dibuat, dibawa langsung ke atas. Yang kedua, analisa dari kejadian-kejadian tahun kemarin. Dari analisis-analisis itu kita buat analisis hal apa saja yang perlu kita lakukan intervensi dan juga record dari hasil management walkthrough, finding dari audit. Semuanya diolah sedemikian rupa untuk dijadikan suatu program apa yang harus dilakukan pada tahun yang berjalan, “ katanya, runut. Nah di situ diterjemahkan kegiatan-kegitan apa saja yang harus dilakukan, oleh siapa, kapan, di mana dan sebagainya. Sehingga kita dapat mengukur pencapaiannya pada saat kita melakukan pekerjaan tersebut, katanya, lagi.

Ihwal struktur organisasi HSE yang diterapkan di PT Pertamina, ia menjelaskan bahwa VP HSSE melapor ke BOD, di mana di sini dipresentasikan ke direktur umum, juga yang memegang kebijakan di korporat, dan juga eksekusi di kantor pusat. Sedangkan untuk anak-anak perusahaan, pimpinan melapor pimpinan tertinggi setempat, untuk direktorat juga langsung ada eksekusinya, pimpinan HSSE pun lapor kepada direkturnya. Jika di lapangan, kepala HSSE lapor ke GM atau dengan kata lain pimpinan tertinggi di unit operasional masing-masing.

Membangun budaya safety, diakuinya memang bukan perkara yang mudah namun bukan berarti itu tidak bisa dilakukan. “Budaya HSE itu merupakan tanggung jawabnya line management. Struktur organisasi HSE staf itu sebagai advisor-nya line management. Sebagai nara sumber, expert-nya, pada saat diperlukan memberikan advice, guidance, malakukan analisis dan melakukan monitor dan evaluasi, dan itu nanti feedback-nya diberikan ke highest postion di setiap masing-masing lokasi. Itu semua dijadikan pegangan sebagai langkah tindak, rencana kegiatan untuk kegiatan operasinya itu sendiri, “ kata Waluyo. Kini dirinya memang tengah mengupayakan organisasi yang dipimpinnya menuju organisasi yang berbudaya HSE. Menurutnya, budaya HSE tak lain adalah budaya caring, atau peduli. “Kalau safety culture terbentuk, itulah yang kita tuju. Dan mudah-mudahan nantinya ada saling peduli dan mengingatkan,” harapnya.

Menanggapi sebuah hipotesis: kepemimpinan HSE yang sukses akan menjamin kesuksesan dalam operasi kinerja yang lain, DR. Waluyo pun sependapat. “Yang namanya manajemen itu pasti ilmu yang dipakai adalah Plan-Do-Check-Action. HSE itu salah satu contoh. Mengolah HSE itu diperlukan planning yang pas, eksekusinya bagaimana, melakukan monitoring, melakukan eksekusi itu diperlukan karakter dan disiplin diri yang kuat. Nah kalo seandainya berhasil di situ, nantinya di mana pun itu akan menjadi habit,” katanya.

Lebih jauh ia mencontohkan bagaimana prinsip mengelola HSE di perusahannya. “Dalam PDAC itu akan hambar kalau tidak dijiwai. Tapi kalau semua itu dilakukan karena passion kita, jiwa, roh kita, dan nyawanya di situ, ada spiritnya. Semuanya itu didasari karena kita peduli,” ujarnya. Karena kita tidak mau orang lain celaka, nah proses PDAC rasanya menjadi lebih bermakna karena semuanya itu dimulai dari hati. Selain melakukan pendekatan secara personal juga pendekatan kesisteman. Pendekatan personal untuk meningkatkan intrinsic motivation dan pendekatan kesisteman untuk membentuk orang lebih disiplin bagi orang yang kurang peduli atau kurang aware, karena sistem mengharuskan seperti itu. Contohnya: Orang masuk pabrik tetapi secara kesisteman harus memakai alat pelindung diri (APD), orang dipaksa. Setelah masuk memakai APD menjadi sadar ternyata itu memberikan manfaat dan ini menjadi terbiasa. Orang naik mobil harus memakai safety belt, pertamakali dipaksa, lama-lama menjadi biasa. Itu pendekatan ektrinsik. Sedangkan pendekatan intrinsik, orang cukup dikasih penjelasan, alasan, dan orang menerima logikanya sehingga tanpa adanya peraturan pun orang mau melakukannya, tambahnya, bersemangat.

Langkah dan upaya PT Pertamina menuju kinerja HSE yang excellent memang terus dilakukan. Untuk membangun mental seperti itu diperlukan analisis guna memetakan kondisi yang ada saat ini. “Kalau di Pertamina dari 12 elemen SMK3LL misalnya. Dari sisi kebijakan di level berapa. Misalnya 1-5 menurut rating Dupont. Di bidang kepemimpinan di level berapa dan seterusnya. Dari assessment tersebut bisa diketahui, gap kita ada di mana. Itulah salah satu masukan untuk membuat road map menuju kinerja HSE yg excellent. Audit assessment adalah salah satu alat ukur untuk penentuan langkah kerja di samping kecelakaan tahun kemarin, hasil audit management walkthrough, safety walk and talk. Semuanya dirangkum untuk dijadikan pegangan sebagi langkah aksinya,” katanya, meyakinkan.

Bagaimana cara Waluyo meningkatkan motivasi dalam pelaksnaan HSE? Salah satu kebijakan yang dilakukan adalah memberikan award. Award itu sendiri ada yang namanya external award dan internal award. Kalo external award itu penghargaan dari luar supaya termotivasi. Tetapi ada orang yang yang tipenya internal award yaitu motivasi yang dilakukan secara intrinsik di mana salah satu pendekatannya adalah personalized atau mempersonalkan aset personal dari setiap kegiatan safety, jelas Waluyo.

Peran dan kebijakan PT Pertamina dalam membangun budaya safety di Indonesia pun dikemukakan DR Waluyo, siang itu. Pertama, Pertamina harus membangun Sistem Manajemen K3 dan Lindungan Lingkungan (SMK3LL) berikut budayanya di internal dulu. Kalau di internal sudah matang, pegawainya termotivasi, terinternaliasai untuk melakukan pekerjaan on the job dan of the job, otomatis 15.000 pegawai Pertamina itu akan menjadi agen HSE untuk juga di luaran. Ke dua, secara institusi Pertamina mempunyai fasilitas HSE Training Center di Sungai Gerong, Marine Maintenance Training Center di Jakarta. Itu bisa dipakai bukan hanya untuk pegawai Pertamina tetapi orang luar pun juga bisa memakainya. Ke tiga, Pertamina secara aktif melakukan kegiatan-kegiatan dengan komunitas HSE baik dengan Depnakertrans, IPA, IAKKI, KLH, dan institusi lainnya.

“ Hasil semuanya itu, nantinya akan memberikan masukan-masukan tersendiri dan itu merupakan bentuk langsung apa yang dibutuhkan oleh masyarakat dan apa kontribusi kita," katanya, tetap semangat.

Bentuk-bentuk lain, CSR Pertamina punya dana untuk mengkampanyekan kegiatan-kegiatan SMK3LL tersebut. Itulah kira-kira kontribusi Pertamina di bidang safety culture untuk masyarakat Indonesia. “Bulan lalu, kami dan Menakertrans mulai meluncurkan program safety culture lewat Metro TV, “ katanya, berpromosi sambil mengakhiri bincang-bincang kami dengan DR. Waluyo.

*) Foto Tempointeraktif. Tulisan ini pernah dimuat di Majalah KATIGA dengan penulis yang sama.

Tidak ada komentar: