Minggu, 27 Februari 2011

Challenging the Big Brands


Oleh : Sumardy (Senior Business Analyst at MarkPlus&Co **)

Banyak buku dan konsep yang membahas tentang berbagai praktek-praktek yang dilakukan oleh para pemimpin pasar, tidak heran jika seorang pakar merek, David A Aaker sampai mengeluarkan buku berjudul Brand Leadership. Pertanyaannya adalah apakah di dunia ini hanya ada satu merek? Dan jika semua diajari untuk mejadi pemimpin, bukankah semuanya hanya akan diajarkan jadi pemimpin? Padahal pemimpin pasar hanya satu!

Tidakkah merupakan sebuah kehormatan jika sebuah merek justru dapat menjadi merek penantang yang terhormat. Boleh saja di satu kategori ada brand leader, tetapi juga akan sangat terhormat jika dapat menjadi challenger brand yang baik bukan?

Bagaimana mungkin ada sebuah brand leader tanpa adanya challenger brand? Bagaikan mengejar seorang wanita cantik tanpa ada pesaing, rasanya kering :)

Konsumen adalah wanita cantik, kalau sebuah merek cuma bermain sendiri, tidak asyik rasanya. Perang pemasaran adalah sebuah permainan yang harus dinikmati. Untuk itu, memiliki challenger brand yang bagus juga merupakan sebuah teman bermain yang akan selalu menimbulkan kreativitas, bukan?

Lalu, bagaimana kalau berniat meluncurkan sebuah merek yang dapat menjadi merek penantang (challenger brand)? Tidak gampang memang, berikut ada tips menarik dari Adam Morgan yang memberikan resep berupa 8 Credo bagi para challenger brand untuk menggerogoti merek pemimpin pasar.

# Credo 1 : Break With Your Immediate Past

Coba bayangkan, setiap orang dalam satu industri selalu mencoba mempelajari best practice dalam industri tersebut bahkan tidak segan-segan mencari tahu rahasia sukses si market leader dengan harapan bisa menirunya. Kalau ini yang terjadi, bukankah orang yang mencari-cari tersebut hanya akan menjadi peniru? Kalau sudah begitu, kapan bisa melawan si pemimpin, bisanya jadi follower doang!

Dan celakanya berdasarkan pengalaman penulis di milis maupun consulting, banyak member yang justru terjebak pemikiran di atas. Pertanyaannya selalu apakah suatu konsep sudah diterapkan dalam industrinya. Kalau sudah diterapkan dan Anda meniru, Anda hanya jadi follower bukan?

So? untuk menjadi penantang yang hebat, lupakan masa lalu di kategori produk tersebut dan juga masa lalu Anda baik itu sukses maupun tidak. Kalau dulu Extra Joss melihat si pemimpin pasar Krating Daeng dan berpikir meniru, apakah kita akan melihat Extra Joss seheboh sekarang ini? Tentu saja tidak,harus diakui Bintang Toedjoe telah melupakan masa lalu di kategori minuman berenergi ini. Kalau saja dulu Bintang Toedjoe mengikuti cara berpikir para pemasar sekarang ini yang selalu mencari contoh penerapan konsep baru di industrinya, dijamin tidak akan menjadi challenger brand yang cukup meruntuhkan dominasi Krating Daeng.

# Credo 2 : Build A Lighthouse Identity

Buatlah sesuatu yang heboh yang bisa membuat konsumen tergerak untuk tidak hanya sekedar melihat merek Anda, tetapi mencoba merek Anda. Setelah mencoba, selanjutnya terserah Anda?

Masih ingat saat P&G dengan shampoo Pantene yang mengadakan cuci gratis di beberapa kota besar di Indonesia, bahkan saat itu mereka mencanangkan cuci gratis sampai ribuan orang yang katanya menciptakan rekor. Itulah inti dari credo yang ke-2 yang diterapkan Pantene untuk mencoba melawan si Sunsilk. Bagaimana menciptakan sesuatu yang tergolong "heboh" tapi punya "makna" yang bisa menghasilkan gempa bumi bagi singgasana pemimpin pasar.

Ingat juga dengan gebrakan mie sedaap yang mengadakan makan mie bersama sejuta orang (kalau tidak salah) yang harus diakui heboh dan kena! Karena sebegitu banyaknya orang yang merasakan mie tersebut dan harus diakui cukup menggoyahkan konsumen yang selama ini telah mengkonsumsi si market leader.

Lihat juga Bank Mandiri pada saat pertama kali merger dan harus masuk ke retail banking berperang dengan BCA dan juga BNI. Apa yang didengungkan oleh Bank Mandiri? Bank Terbesar di Indonesia! Sesuatu yang heboh dan menusuk hati setiap nasabah. Sudah bank pemerintah, paling besar, asetnya paling banyak. Sebuah merek yang cukup menakutkan saat itu dan sekarang kelihatan hasilnya bukan?

#Credo 3 : Assume Thought Leadership of The Category

Pada dasarnya di pasar itu akan ditemui dua pemain. Pertama adalah market leader yang memang menguasai pangsa pasar dan kedua adalah THOUGHT LEADER yaitu merek yang selalu dibicarakan oleh banyak orang, Top 1 Oil contohnya. Top 1 bukan merupakan market leader, tetapi kenyataannya Top 1 selalu dibicarakan orang hampir tiap hari. Lihat saja milis marketing club yang hampir beberapa minggu membicarakan oil ini. Secara langsung maupun tidak membuat merek ini dikenal di mana-mana dan akhirnya justru dianggap merek yang menakutkan, bahkan mungkin banyak yang kemudian "terjebak" untuk mencoba dan menggunakannya.

Tidak menjadi market leader tidak apa-apa, yang lebih penting adalah menjadi TALK LEADER alias dibicarakan orang dimana-mana! Ayam Bakar Wong Solo(ABWS) bukan merupakan market leader di kategori ayam goreng, tetapi ABWS justru menjadi talk leader dengan program poligaminya (hehehehe). It is a challenger brand!

# Credo 4 : Create Symbol of Reevaluation

Sekali lagi, Extra Joss merupakan contoh yang bagus untuk credo ke-empat ini. Saat sebuah merek baru muncul dan mencoba menantang merek yang sudah jadi pemimpin pasar, maka untuk meyakinkan konsumen, bukankah kita harus menawarkan sesuatu yang membuat konsumen harus berpikir ulang untuk tetap membeli merek si pemimpin pasar.

Simbol di sini dapat berupa logo, kemasan dan sebagainya yang mendorong konsumen untuk berpikir dua kali sebelum membeli kembali merek sang pemimpin pasar.

Kalau Extra Joss muncul dengan sachet-nya dan kemudian dengan gagahnya menampilkan iklan yang menghempaskan botol, bukankah ada simbol baru untuk mengevaluasi kembali kebiasaan kita membeli minuman berenergi dengan botol?

Dan yang menarik, justru simbol botol yang merupakan simbol dari pesaing dijadikan sebagai simbol oleh Extra Joss untuk menghempas pesaingnya.

# Credo 5 : Sacrifice

Saat sebuah merek baru muncul untuk melawan merek yang sudah mapan, apakah merek baru tersebut harus menawarkan semua hal yang ditawarkan oleh sang pemimpin pasar? Jika jawabannya Ya, maka merek baru tersebut mungkin tidak akan pernah berhasil menjadi merek penantang yang harus ditakuti.

Menjadi sebuah challenger brand yang baik membutuhkan pengorbanan. Lihat saja cerita Lion Air. Saat berniat menantang Garuda Indonesia yang sangat powerful, Lion justru menggunakan pesawat McDonnel Douglas yang harus diakui tidak secanggih Boeing yang sudah digunakan Garuda.

Sudah pesawatnya tidak canggih, belum lagi pelayanannya yang memang banyak memunculkan perdebatan dari banyak orang. Tetapi itulah sesungguhnya sebuah merek penantang. Lion Air tidak perlu menawarkan semua yang diberikan Garuda, bukan? Dari segi kenyamanan pesawat, mungkin lebih baik Garuda. Dari segi pelayanan mulai dari proses sebelum, saat dan sesudah keberangkatan, mungkin lebih berpengalaman Garuda.

But who cares? Terbukti Lion sangat menakutkan Garuda dan sekarang Garuda meskipun mengakui masih pemimpin pasar tetapi market share-nya telah banyak digerogoti oleh pemain baru khususnya Lion. Pengorbanan yangdilakukan Lion di sana sini cukup menghentakkan Garuda, bukan?



Download Klik Disini KayaDariAffiliateMarketing 2.0



# Credo 6 : Overcommitment

Saat muncul sebagai sebuah merek yang mencoba menantang si pemimpin pasar, maka selain melakukan pengorbanan di beberapa hal seperti disebutkan di credo kelima, merek tersebut harus memfokuskan berbagai usaha pemasarannya pada berbagai bagian yang menjadi senjata utamanya.

Contoh yang paling menarik adalah Jawa Pos. Memang tidak mudah bagi merek yang satu ini menantang si raja Koran, Kompas. Menyadari bahwa persaingan banyak terjadi di pendistribusian Koran di berbagai distributor koran, Jawa Pos cukup cerdik.

Melihat Kompas cenderung menguasai distributor kelas satu, dan Jawa Pos sadar positioning-nya yang berbeda, maka Jawa Pos pun fokus dan habis-habisan di distributor koran kelas dua. Biarlah yang kelas satu dikuasai para media mapan seperti Kompas, Media Indonesia dan sejenisnya.

Tetapi Jawa Pos habis-habisan untuk mempercepat penetrasinya di pasar, Jawa Pos habis-habisan membuat berbagai program dengan distributor yang tergolong kelas dua ini, mulai dari berbagai reward dan event. Dashyat Man!

Lion Air juga menunjukkan kegilaannya, mengorbankan beberapa bagian pelayanan, tetapi habis-habisan menawarkan sebanyak mungkin rute sehingga menghemat biaya operasional pesawat berbagai dan meniru cara consumer goods dengan menawarkan berbagai hadiah. It works!

# Credo 7 : Use Advertising and Publicity as a High-Leverage Asset

Kalau untuk contoh yang satu ini, memang tiada duanya, sebut saja berbagai merek dari Wing. Selain menawarkan harga murah, salah satu yang cukup mendongkrak pangsa pasarnya dengan cepat adalah iklan yang gencar dan heboh. Tidak heran jika dengan cepat dapat menancap di benak konsumen dan menjadi pertimbangan untuk pembelian.

Mulai dari Daia yang gencar beriklan saat krisis menempa Indonesia dan juga terakhir dengan kasus Mie Sedaap dengan iklannya yang jor-joran cukup menghebohkan dunia per-mie-an, belum lagi sebagai official sponsornya AFI yang juga menciptakan publisitas di mana-mana.

# Credo 8 : Become Idea-Centered, Not Consumer-Centered

Memang pemasar selalu senang dengan kata-kata "berorientasi konsumen, berorientasi pasar" Pertanyaannya, kalau semua berorientasi pasar, lalu siapa yang berhasil menikmati pangsa pasar tersebut. Memang tidak salah berorientasi pasar, tetapi kalau berperan sebagai merek penantang dankemudian berorientasi pasar, bukankah mencoba melawan si pemimpin pasar?

Lebih baik tidak terlalu memikirkan kebutuhan dan keinginan konsumen yang telah dilayani saat ini, lupakan saja (ingat credo yang pertama) dan munculkan ide baru yang mungkin belum terpikirkan oleh pemain yang ada.

Memang agak sulit mencari contoh di Indonesia. Saya melihat contoh yang menarik di persaingan sekolah bisnis MBA di Amerika. Di era tahun 1980-an, siapa yang tidak mengakui kehebatan Harvard Business School (HBS) sebagai sekolah nomor satu, masuknya selalu susah dengan jumlah mahasiswa yang terbatas.

Saat itu, Northwestern University mencoba menantangnya. Kalau menggunakan pemikiran tradisional, mungkin diubah saja peraturannya. Persyaratan masuk sekolah tersebut dipermudah sehingga banyak yang mengambil MBA di sana, kalau menggunakan cara tersebut, itu berarti customer-centered karena calon mahasiswa paling senang kalau masuknya gampang, nilainya mudah, lulusnya gampang (apalagi di Indonesia)

Tetapi Northwestern justru lebih fokus pada ide. Untuk melawan HBS, tidak cukup hanya customer-centered yang justru akan terjebak mengikuti pola HBS. Saat itu sekolah bisnis terlalu fokus pada sebagai sekolah bisnis top saja, belum ada yang spesifik pada bidang tertentu. Akhirnya diputuskan untuk menjadi sekolah pemasaran terbaik di dunia. Kemudian, didatangkanlah berbagai profesor pemasaran hebat, salah satunya adalah Kotler sebagai Nabi-nya pemasaran. Dan tidak tanggung-tanggung, saat itu brand Kellogg juga dipiilih sebagai sponsor bukan karena hanya mampu membayar mahal tetapi karena merek Kellogg dipandang memiliki strategi dan program pemasaran yang tergolong paling hebat di Amerika.

Sudah cocok bukan? Ide menggabungkan profesor pemasaran terhebat dan merek pemasaran terhebat menjadi satu dan membuat sekolah Kellogg Graduate School of Management sebagai sekolah pemasaran No. 1 di dunia.

Kalau sekolah di Indonesia pasti customer-centered, sekolah harus mudah, cepat, bila perlu tidak usah masuk kuliah, tahu-tahu dapat gelar. Tidak heran jika banyak sekolah MBA, DBA dengan gelar yang berharga 5 juta dan dipakai berbagai orang pinter? di DPR sampai wakil presiden.

** Sumardy adalah Sumarketer dan Sumarketer adalah Sumardy. Sumardy yang saat ini bekerja di salah satu perusahaan konsultan pemasaran terkemuka di Indonesia dikenal juga sebagai founder dan moderator mailing list marketing-club, milis marketing pertama dan terbesar di Indonesia.

Sebagai konsultan pemasaran, Sumardy telah terlibat dalam perumusan strategi berbagai produk dan merek di berbagai industri. Selain menikmati kehidupannya sebagai konsultan, Sumardy juga aktif menulis berbagai artikel pemasaran yang enak dibaca dan provokatif di berbagai media cetak lokal maupun nasional. Bagi Sumarketer, menulis merupakan sebuah proses "berhubungan intim" dengan dunia pemasaran yang dapat menghasilkan "anak" berupa tulisan yang berguna dan menginspirasi semua pembacanya. (SWA Agustus 2007)

Membangun Brand Image

Dalam komunikasi pemasaran (marketing communication), iklan dan promosi memang punya peran paling penting dalam pembangunan brand image. Hal ini disebabkan karena kegiatan ini mempunyai target audience luas, sehingga dalam waktu relatif singkat pesan yang ingin disampaikan tentang brand lebih cepat sampai.

Banyak perusahaan yang belum menyadari bahwa membangun brand image dengan komunikasi pemasaran tidak sebatas lewat iklan dan promosi saja. Ada banyak kegiatan lain yang juga berdampak besar. Contohnya adalah:

1. Desain kemasan, termasuk isi tulisan/pesan yang disampaikan
2. Event, Promosi di toko, promosi di tempat umum, dan kegiatan below the line lainnya
3. Iklan tidak langsung yaitu yang bersifat public relations
4. Corporate Social Responsibility (CSR) yaitu kegiatan-kegiatan sosial untuk komunitas yang dilakukan oleh perusahaan
5. Customer Services, bagaimana perusahaan menangani keluhan, masukan dari konsumen setelah terjadi transaksi
6. Bagaimana karyawan yang bekerja di lini depan/front liners (apakah itu bagian penjualan, kasir, resepsionis, dll) bersikap dalam menghadapi pelanggan,
7. dll

Jenis tipe komunikasi dalam daftar di atas adalah kegiatan-kegiatan yang baik buruknya tergantung dari keinginan perusahaan, semuanya dapat dikontrol/dikendalikan. Komplikasi justru akan muncul dari kegiatan-kegiatan komunikasi seputar brand oleh pihak lain yang tidak bisa dikontrol oleh perusahaan, misalnya komunikasi oleh konsumen langsung. Mereka bisa menyebarkan pada networknya berita kurang menyenangkan yang mereka alami pada saat berinteraksi dengan brand (yang diwakili oleh banyak hal, termasuk front liners di perusahaan). Word-of-mouth communication adalah salah satu jenis komunikasi yang sangat efektif, dan berbahaya apabila itu menyangkut publisitas buruk.

Komplikasinya ditambah dengan keberadaan Internet. Kecepatan penyebaran berita bahkan bisa berlipat-lipat. Mereka bisa menuliskan pengalaman berinteraksi dengan brand dari sudut perspektif mana saja, tanpa bisa diatur-atur seperti halnya berhubungan dengan tradisional media.

Jadi, pada dasarnya perusahaan perlu memperhatikan semua elemen komunikasi dalam bentuk apapun yang menghubungkan konsumen dengan brand perusahaan. Minimalkan kemungkinan terjadinya ketidakpuasan konsumen, sehingga berita seputar brand bisa selalu merupakan berita baik. (sumber: SWA)

Jumat, 18 Februari 2011

BRAND ACTIVATION


Saat ini sedang muncul cara komunikasi yang lumayan baru yang disebut dengan Brand Activation. Kegiatan Brand Activation ini bertujuan membuat sebuah komunikasi berjalan dua arah. Maksudnya, jika selama ini iklan TV, radio dan print ad hanya berbicara satu arah (konsumen kepada produsen, tidak ada interaksi timbal balik) maka Brand Activation ini adalah konsep berpikir (komunikasi) yang justru mengharapkan interaksi langsung dari konsumen.

Salah satu bentuk Brand Activation, adalah pelaksanaan event yang melibatkan konsumen sebagai peserta event. Contohnya seperti yang dilakukan oleh Clear dengan mengadakan 'Clear Metamorphoself'.

Nama seperti 'Clear Methamorphoself', 'Jawara ngga takut jerawat', 'Classnezensation' dll adalah tema sebuah event. Tema ini tidak asal dipilih melainkan sebagai turunan dari sebuah brand planning yang telah disiapkan untuk komunikasi sebuah brand sekian tahun ke depan.

Brand planning ini kemudian diturunkan dalam bentuk strategi komunikasi yang berisikan tentang tema apa yang diangkat tahun ini dan tahapan (timing) pelaksanaannya yang biasanya dibagi menjadi : Pre Launch, Launch, dan Post Launch (activation).

Tujuan dari pemilihan tema brand activation tersebut adalah untuk menyampaikan pesan komunikasi sebuah brand, jadi bukan asal pilih nama tema yang keren. Seperti misalnya 'Clear Methamorphoself' tahun ini brandnya akan berniat mengkomunikasikan bahwa Clear adalah produk yang membuat konsumennya 'berani tampil beda dan jadi diri sendiri', maka dipilihlah tema 'Metamorphoself' sebagai gambaran seseorang yang berubah, lahir kembali, dan jadi diri sendiri.

Agar objective komunikasi tercapai, keseluruhan kegiatan event harus dibuat sesuai dengan tema. Mengacu pada tema 'Methamorphoself', dibuatlah kegiatan yang memberi kesempatan kepada konsumen untuk berdandan unik sesuai dengan kepribadian. Buat yang paling 'jadi diri sendiri' layak mendapat hadiah, dll.

Dengan adanya konsistensi antara tema event, content event serta interaksi secara langsung sebuah brand terhadap konsumen, diharapkan konsumen memiliki persepsi tersediri terhadap sebuah brand yang ujung ujungnya menghasilkan sales dan loyalitas. Demikian, semoga membantu. (swa)
http://www.swa.co.id/sekunder/konsultasi/pemasaran/branding/details.php?cid=4&id=97