Senin, 10 Mei 2010

Menolak Yang Bukan Hak

Ini hanya cerita kecil dan tidak berdampak, seperti kasus Century, markus pajak, mafia hukum dll yang sedang hangat menjadi topik di hampir seluruh media kita. Ceritanya pun sudah berlalu, kira-kira 6 bulan yang lalu. Begini ceritanya. Pagi-pagi ketika saya sedang nunggu bus di halte (dekat BTC), di antara hiruk pikuk pedagang asongan dan koran dengan background semrawut lalulintas pagi kota Bekasi, seorang tukang koran tergopoh-gopoh lari mengejar bus yang tengah melaju. Bus itu pun akhirnya berhenti pas di perempatan traffic light yang sedang menyalakan lampu merah. (foto: tempointeraktif.com)
1-800-Mail.com
Tukang koran itu tampak menyerahkan sebuah HP kepada seorang penumpang yang berdiri karena tidak dapat tempat duduk. "Hapenya jatuh pak," katanya sambil memberikan HP itu. Dan ia pun lantas kembali ke pinggir jalan untuk menjajakan dagangannya, "Koran-koran," teriaknya lantang. Saya sangat trenyuh dengan ketulusannya. Ia dengan suka rela mengembalikan HP itu. Padahal, jika tak dikembalikan, yang empunya HP itu pun tidak tahu. Saya iseng-iseng bertanya kepadanya, kenapa HP itu dikembalikan. Tukang koran itu dengan enteng menjawab: "Itu bukan hak saya mas, rejeki itu ya dari hasil keringat dengan cara kerja," katanya polos dan menggetarkan jiwa.

Saya membayangkan lagi, andai HP itu dijual, saya berani jamin, laku 400-600 ribu. Ini berarti, ia tak harus bekerja jualan koran dan bisa berleha-leha selama 3 minggu, bahkan mungkin sampai satu bulan, dengan asumsi tiap harinya ia mendapatkan uang  20-30 ribu. Sementara, di luar sana, kita tengah dipertontonkan dengan serentetan aib, tindak durjana, tindak culas, tindak korup oleh para pejabat dan bekas pejabat, para pengusaha, anggota dewan, penegak hukum et cetera, et cetera.

Mereka, baik sendiri atau secara berjamaah mengambil (baca:maling) duit, yang kebanyakan punyanya rakyat. Mereka jelas-jelas tahu, bahwa itu bukan haknya tapi dasar mentalnya mental maling, ya main embat saja. Kejujuran  tukang koran yang saya dapati ini sungguh merupakan satu bukti bahwa di tengah hiruk-pikuk ketamakan, amoral, asosial  dan aa yang lain, masih ada cerita rakyat kecil yang menyejukkan hati. Ini bagai "oase bening" di tengah padang pasir buram dan laku laknat para pejabat, aparatur negara, penguasaha, dan mereka-mereka yang memegang kendali perekonomian bangsa . Andai mentalitas tukang koran ini juga dimiliki oleh aparat-aparat negara, penegak hukum, anggota dewan dan para pengusaha, bisa dipastikan Indonesia kita tercinta akan menjadi negara yang gemah ripah loh jinawi. Tentrem karta raharja. Panjang pocapane, punjung kawibawane.

KALO YANG INI BARUUU, HAK http://9b65de1c.linkseer.net

Menyebut satu saja, andai tambang emas terbesar  dunia yang ada di bumi Papua dikelola dengan baik (tak ada korup dan penyelewengan), Indonesia kita bisa kaya raya. Dan banyak lagi sumberdaya alam lain yang dahsyat, yang bila dikelola dengan baik akan menambah kekayaan negara. Itu artinya rakyat pun bisa ikut merasakannya. Mutu sekolah di daerah-daerah bisa ditingkatkan, pengangguran bisa dikurangi dengan lapangan kerja baru. Negara nggak hanya ngutang melulu, ujung-ujungnya yang melunasi anak cucu . Indonesia bisa menjadi negara terkaya di Asia dan bahkan di dunia, karena sebenarnya kekayaan dan sumberdaya alamnya melimpah ruah. Andai mentalitas  nggak mau mengambil yang bukan haknya dan  sejenisnya, menjadi isme kehidupan kita maka lebih banyak rakyat yang sejahtera. Ah saya jadi semakin tambah bodoh saja.



Feedback Form




Tidak ada komentar: